3
Any bitter past remains ever exist, will never be forgotten
Malam itu Merisa duduk sendirian
dibalcon kamarnya sambil menatap bintang di langit. Ia memang suka melihat
langit saat malam hari. Karena menurutnya, itulah saat terbaik dimana ia bisa
merenung dan menangis sepuasnya merindukan mamah.
“Mah, Merisa janji, Merisa akan
jadi anak yang membanggakan untuk mamah.”
Begitulah kata Merisa terhadap
bintang, seolah bintang dilangit itu adalah mamahnya yang hanya bisa dilihatnya
dari jauh dan menerangi hidupnya pada malam hari. Merisa menangis menatap
bintang. Tangannya memeluk erat foto terakhir dirinya bersama mamahnya. Foto
terakhir yang diambil dari jepretan kamera SLR milik sahabatnya pada hari
kelulusan Merisa.
***
Satu tahun
yang lalu…
“Mer,
selamat ya, elo berhasil raih predikat lulusan terbaik tahun ini” Ucapan
selamat dari sahabatnya itu masih teringat jelas di ingatannya.
“Iya, thanks
yaa, congratulation too for you, elo kan juga lulus dengan nilai yang
memuaskan.” Jawab Merisa dengan wajah yang riang.
Jelas bahagia lah. Siapa coba yang engga bangga lulus UN dengan nilai terbaik satu sekolah? Pasti engga ada yang engga bangga.
Jelas bahagia lah. Siapa coba yang engga bangga lulus UN dengan nilai terbaik satu sekolah? Pasti engga ada yang engga bangga.
“Nih! Buat
lo” sahabatnya tersenyum. Ia memberikan sebungkus coklat untuk Merisa
“Thanks yaa”
jawab Merisa tersenyum
Mamahnya
Merisa tiba-tiba datang dan menanyakan hasil kelulusan putrinya.
“Gimana Mer
hasilnya? Maaf mamah baru datang, tadi harus mengantar catering dulu” Mamah
Merisa memang sudah lama buka usaha catering dirumahnya. Meski awalnya hasilnya
tidak memungkinkan, tapi lama-kelamaan hasilnya lumayan juga. Beliau juga
mempekerjakan 2 orang pegawai dirumahnya, yang merupakan 2 orang kakak adik
seusia 19 – 22 tahunan.
“Alhamdulillah
tante, Merisa lulus dengan nilai terbaik tahun ini” jawab sahabat Merisa itu
dengan wajah sumringah.
“Alhamdulillah
Mer, kamu jadi bisa daftar SMA dengan tes beasiswa, lumayan kan daripada mamah
harus ngeluarin duit lagi buat biaya sekolah kamu” jawab tante Marina dengan guyonannya. Tante Marina memang ingin sekali putrinya
bisa sukses dan sekolah dengan beasiswa. Karena dengan begitu, penghasilannya
selama ini bisa ia tabung lebih banyak untuk keperluan Merisa lainnya nanti.
“Iya mah,
ini kan juga buat mamah, berkat mamah, dan demi mamah juga” sahut Merisa sambil
memeluk mamahnya.
Tiba-tiba
tante Dona datang dan langsung memberi ucapan selamat kepada Merisa.
“Mer, selamat yah, udah lulus dengan nilai
terbaik tahun ini, tante bangga sama kamu” Tante Dona ini adalah ibu dari
sahabat dekatnya itu. Tante Dona memang sudah menganggap Merisa seperti anak
kandungnya sendiri. Begitupun Tante Marina kepada sahabat Merisa.
“Tuh, kamu
juga harusnya bisa mencontoh Merisa, selain papah mamah bangga, kamu kan juga
bisa bangga dengan hasil kerja kerasmu sendiri” Nasehat tante Dona kepada
anaknya.
Kenangan
terakhir dimana mamahnya bisa mengucapkan selamat atas keberhasilan Merisa.
Saat terakhir dimana Merisa bisa membuat mamahnya bangga.
***
Satu bulan yang lalu…
“Mamah,
Merisa dapet juara satu mah! Merisa naik kelas dengan juara umum!” Teriak
Merisa senang saat sampai dirumahnya. Hari itu, Merisa memang sedang ada
pengambilan raport kenaikan kelas disekolahnya. Tapi mamahnya berhalangan hadir
karena jatuh sakit.
“Loh, kok
sepi banget si? Mah?? Mamah dimana? Ini Merisa udah pulang mah” Merisa
mencari-cari mamahnya kesudut-sudut rumah.
Tiba-tiba…
“Mah!! Mamah
kenapa mah?? Mah bangun mah!! Mamaahh!!!” Merisa khawatir saat mendapati
mamahnya pingsan didapur. Disebelahnya juga terdapat pecahan gelas kaca.
Ternyata, mamah Merisa pingsan pada saat membawa gelas berisi air putih yang mau
ia minum, namun tiba-tiba dadanya sesak dan gelasnya pecah, lalu pingsan. Ya
begitulah sedikit kisah mengenai mamahnya yang tiba-tiba pingsan didapur.
***
Di rumah
sakit…
“Dok,
bagaimana keadaan mamah saya? Dia sudah 1 minggu dirawat disini, apa dia belum
boleh pulang?” Tanya Merisa kepada dokter yang telah merawat mamahnya selama
ini.
“Begini Mer,
mamahmu ini keadaannya masih belum stabil, kadang sudah membaik tapi kadang
menurun lagi. Saya sarankan, mamahmu dirawat disini dulu sampai benar-benar
pulih ya” Kata dokter sambil menepuk pundak Merisa, lalu pergi meninggalkannya.
Merisa duduk
dibangku rumah sakit didepan pintu ruangan mamahnya di rawat. Kedua tangannya
menutupi mukanya yang tertunduk. Ia menangis dan tidak bisa membayangkan
bagaimana jika nanti mamahnya pergi meninggalkannya. Apalagi ia sudah tidak
memiliki keluarga lagi, selain mamahnya.
“Mer, nih!
Coklat kesukaan lo” Kata sahabatnya yang tiba-tiba datang lalu memberikan
coklat. Daridulu Merisa memang suka memakan coklat ketika ia sedih maupun senang, dan
sahabatnya itu akan langsung memberikannya coklat saat mendapati Merisa
bersedih, apalagi menangis. Hanya sahabat satu-satunya itulah yang bisa membuat
hati Merisa tenang selain mamahnya.
“Makasih”
jawab Merisa dengan sedikit tersenyum. Ia tahu sahabatnya ini sudah sangat baik
dan perhatian terhadap dirinya. Belum lagi disaat seperti ini, sahabatnya ini
selalu ada untuk menemani Merisa merawat mamahnya dirumah sakit. Tapi terasa
sulit bagi Merisa untuk sedikit memberikan senyum kepada sahabatnya itu.
***
Dua minggu yang lalu…
Merisa
berada di pemakaman mamahnya sekarang. Ia hanya bisa terdiam menatap mamahnya
perlahan dikuburkan dalam tanah. Sudah tidak tahu lagi harus bersikap bagaimana
dan berkata apa, Merisa hanya mampu berdiri mematung memandang mamahnya pergi, pergi
ke suatu tempat yang sangat jauh, ke tempat dimana ia tak akan bisa menemuinya lagi saat
ini.
“Yang sabar,
gue tau lo kuat” kata-kata sahabatnya itu memang obat terakhir untuk membuat
Merisa bertahan. Dia memeluk Merisa, berusaha menenangkannya.
***
“Woyy!! Tidur tuh jangan
disini!!!”
Merisa terbangun saat mendengar
suara seseorang membangunkannya. Sialan, ternyata daritadi ia kelelahan
menangisi kenangan masa lalunya sampai ketiduran dibalcon. “Eh bentar, siapa yang udah
bangunin gue???” kata Merisa dalam hati.
Merisa membuka matanya perlahan.
Rasa lelahnya memang menahan matanya untuk tetap tertidur. Tapi ia harus tahu,
siapa yang telah mengagetkan dirinya, mengganggu mimpinya, dan membangunkan
tidurnya dengan cara yang tidak berkelas!
“Ellooo!!!!” Mata Merisa
terbelalak saat mendapati ternyata Arislah yang telah membuatnya kesal malam
ini. Jelas aja lah, siapa yang ga kesal coba kalo posisi kalian ada di posisi
Merisa? Merisa seolah lupa akan keadaan sebelumnya yang benar-benar lelah dan
mengantuk. Ia lalu terbangun dan mengambil bantal-bantal terdekatnya yang bisa
ia raih lalu melemparkannya ke arah Aris.
“Heh! Ngapain lo disini? Ini kan
kamar gue? Ngapain lo masuk kekamar gue tanpa ijin? Pake ganggu tidur gue
segala lagi! Pergi sana lo! Pergi!!!”
Aris hanya berusaha menghindari
serangan bantal dari Merisa tanpa berkata apapun lagi. Ia lalu pergi dan
membanting pintu kamar Merisa
keras-keras. Aris merasa kesal karena saat ia mencoba membangunkan Merisa yang
tertidur di balcon untuk pindah ke tempat tidur ternyata sia-sia. Ia malah
mendapat serangan bantal dan diusir dari kamar si cewe parasit itu.
Aris tahu, mungkin cara ia
melakukan hal baik untuk Merisa ini memang salah. Harusnya dia bisa berkata
lebih sopan dan lembut agar tidak mengagetkan Merisa saat ia tertidur. Tapi
Aris tidak peduli, ia hanya mendapat dorongan untuk melakukan hal itu kepada
Merisa. Ia tidak peduli entah caranya benar atau salah. Yang penting dia sudah
melakukan hal (yang menurutnya) baik kepada Merisa.
No comments:
Post a Comment