Friday, 15 January 2016

Chocolate Love (part 1)

1

Sometimes love can kill your feeling

            Kriiiinnggg!! Alarm pertama Merisa berbunyi tepat dimeja sebelah kasurnya yang nyaman. Kasur satu-satunya yang bener-bener bisa bikin Merisa tidur nyenyak sampe suara bising alarmpun susah buat bikin dia bangun dari mimpinya. Sebelumnya kasur-kasur yang pernah ia tempati memang tidak pernah semewah ini. Dengan mata yang masih tertutup, ia mencoba mencari-cari alarm tersebut lalu mematikannya.  Ia kembali menarik selimutnya dan akhirnya tertidur lagi. Pagi itu menunjukkan pukul 06.00 dan Merisa masih belum bangun.

Kriiiingggg!!! Alarm kedua berbunyi lagi. Merisa segera meraihnya dan terbelalak saat melihat alarmnya menunjukkan pukul 06.45.
“Mampus! Gue terlambaatt!!” Teriaknya langsung bergegas ke kamar mandi lalu bersiap-siap ke sekolah.

Hari ini adalah hari pertama ia masuk sekolah di sekolah barunya. Ia terpaksa pindah rumah saat mamahnya meninggal karena serangan jantung. Lalu ia tinggal bersama seorang ‘om-om’ yang saat ini bertanggung jawab atas hidupnya. Ya, benar. Lelaki ini telah mengadopsi Merisa setelah mendapati mamahnya meninggal dan ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi sekarang. Mungkin hanya satu orang sahabat yang ia miliki. Sahabat kecilnya, sahabat yang selama ini selalu ada untuknya, menemani hari-harinya, dan selalu menjadi penopang hidupnya saat ia benar-benar membutuhkan orang lain selain mamahnya. Tapi sekarang? Ia bahkan tidak tahu, masih dapat bertemu dengan sahabatnya lagi atau tidak.

Hari pertama disekolah Merisa merasa sangat canggung. Maklum, ini juga pertama kalinya ia harus mulai beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar asing dengannya. Semuanya terlihat senang, bahagia, ceria, modis dan berlagak layaknya orang kaya kebanyakan. Ia memang sangat berbeda dengan mereka. Bukan berarti Merisa tidak semodis atau segaul mereka, tapi rasanya, Merisa terlihat aneh dengan dirinya sekarang yang benar-benar berbeda. Ia merasa, bahwa ia bukanlah dirinya.
Tapi itulah yang membuat Merisa semangat menjalani harinya mulai detik ini. Mau tak mau seseorang memang harus melupakan masa lalunya yang kelam kan? Untuk apa di ingat jika itu menyakitkan? Cukup hanya ‘pernah’ dirasa, lalu berusaha memperbaiki semua itu di masa depan. Cukup itu saja peran masa lalu. Hanya sebagai pelajaran dan pengalaman.

Memang, Merisa cukup mendapat kasih sayang dan fasilitas yang sangat memadai dari ‘om-om’ yang telah mengadopsinya itu. Dirumah dia tidak diperlakukan seperti Cinderella yang harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dan wajib melayani setiap majikan. Tentu saja, di rumah Om Haris ini sudah mempekerjakan banyak pembantu untuk mengerjakan banyak pekerjaan dirumahnya. Contohnya saja ada tukang kebun yang khusus merawat kebun rumah atau taman belakang rumah sekaligus membersihkan setiap sudut taman dan tanaman (lengkap banget ya?). Lalu ada juru masak yang selalu siap bertugas memasak makanan untuk seluruh anggota keluarga Om Haris. Ada juga satpam yang bertugas menjaga rumah selama 24 jam dan masih ada pembantu lainnya yang Om Haris pekerjakan dirumah. Maklum, istananya Om Haris ini memang (sangat) tidak memungkinkan untuk dijaga dan dirawat oleh satu orang saja. Lagipula, Om Haris ini adalah orang yang super sibuk dengan pekerjaan kantornya. Bahkan dia sering bolak-balik keluar negeri berbulan-bulan karena tuntutan pekerjaannya. Sedangkan istrinya, ia selalu mendampingi Om Haris ketika bekerja. Istrinya tersebut juga adalah wanita karir yang berpenampilan anggun dan memiliki satu kesamaan etos kerja dengan suaminya. Jadi tak heran, bahwa kedua anak dari Om Haris – yang saat ini tinggal satu rumah dengan Merisa – selalu bersikap manja dan urakan saat orang tuanya tidak ada dirumah menjaga mereka.

Merisa berjalan ke arah kelasnya di lantai 2. Suatu hal yang patut dikeluhkan karena Merisa paling tidak suka dengan lantai 2. Bukan karena ia takut ketinggian, tapi ia merasa sangat lelah dan buang-buang waktu jika harus melakukan kegiatan di lantai 2. Ia berpikir bahwa ia harus membuang waktu dan tenaga jika harus bolak-balik naik turun tangga. Apalagi kamar di rumah barunya juga berada di lantai 2, yang menyebabkan ia akan jarang keluar kamar untuk menonton tivi, duduk-duduk di taman belakang, berenang, atau menyempatkan diri ke dapur mengambil makanan.
Ketika berada didepan sebuah kelas, Merisa memandang papan nama tempat yang tergantung diatas pintu kelas. XI Science 1. Itu dia kelasnya! Rupanya penjaga sekolah sini memang menggantungkan sebuah papan nama untuk seluruh tempat yang berada disekolah ini. Tidak seperti sekolah Merisa yang dulu. Baiklah, Merisa harus memulai hari ini. Ia lalu masuk kelas. Sebelum ia menginjakan kaki memasuki kelas, tiba-tiba terasa ada yang menarik lengan Merisa.

“Heh. Elo jangan sampe bilang ke anak-anak kalo lo kenal sama gue sebelumnya. Apalagi kalo lo sampe bilang ke anak-anak kita tinggal satu rumah! Awas lo” ancam Aris kepada Merisa.

Aris adalah anak kedua Om Haris yang saat ini berada di satu ruang edukasi dengannya. Tahu sendiri lah, mereka bahkan tidak hanya satu ruang edukasi sekarang, tapi mereka juga tinggal satu atap rumah saat ini–lebih parahnya lagi mungkin seterusnya. Itulah hal yang benar-benar membuat Aris benci kepada Merisa. Aris memang sangat tidak menyukai Merisa sejak papahnya membawa ia ke rumah. Apalagi setelah dia tahu bahwa papahnya akan mengadopsi Merisa dan akan tinggal satu atap dengan cewek berambut panjang ikal tersebut.

Selama ini Merisa selalu berusaha untuk menjuluki Om Haris dengan sebutan papah, sesuai keinginannya. Tapi Merisa merasa tidak pantas untuk melakukannya. Maka dari itu, ia memohon agar tetap diijinkan memanggilnya Om Haris. Lagipula, ada sesosok makhluk di rumah itu yang juga tidak setuju dengan kehadiran Merisa, apalagi jika ia memanggil papahnya dengan sebutan papah juga. Ya siapa lagi kalau bukan Aris, si Cowo Ketus itu.

Om Haris memiliki 2 orang laki-laki. Yang pertama bernama Adrian, yang sekarang duduk di kelas XII Science 1 di sekolah yang sama juga. Adrian tidak bersikap dingin kepada Merisa seperti yang Aris lakukan kepadanya. Justru sebaliknya, Andrian sangat bersikap hangat menyambut Merisa seolah telah hadir seorang ‘Little Angel’ yang patut untuk ia sayangi.

Perlu diketahui, sebenarnya, Adrian bukanlah anak kandung Om Haris. Dia adalah anak kandung dari istrinya sekarang. Wajar saja, kalau Adrian dan Aris kurang hangat kalau ada dirumah hanya berdua. Sebenarnya Adrian sangat menyayangi Aris, karena bagaimanapun ia juga lahir dari rahim yang sama seperti dirinya. Akan tetapi, kenyataan bahwa dia telah memiliki papah baru sejak usia 3 tahun dan memiliki adik baru yang lebih diperhatikan oleh mamahnya, ia juga merasa sedikit iri dengan adiknya. Tapi tetap saja, Adrian adalah type cowok yang cuek dan kurang mementingkan hal-hal yang menurutnya kurang penting. Makadari itu, saat kehadiran Merisa di rumahnya, ia merasa fine-fine saja, bahkan merasa seperti memiliki teman baru.

“Hai. Elo siapa? Anak baru ya?”

“Iya. Nama gue Merisa. Elo?” Merisa menjabat tangan seorang gadis manis yang tiba-tiba menanyakan dirinya.

“Oh, gue Vinez.” Jawab Vinez tersenyum.

“Seneng deh langsung punya temen baru kaya lo”

“Halah, biasa aja. Duduk sebelah gue yuk! Bangkunya disebelah sana! Kosong kok” sambil menunjuk kearah bangku pertama dari depan, ketiga dari kanan.

Akhirnya, baru sehari saja Merisa telah mendapat teman baru untuknya. Vinez adalah seorang wanita yang cantik dan manis dengan rambut hitamnya yang panjang terurai. Kulitnya memang tidak terlalu putih, tapi saat ia  tersenyum, sungguh ia terlihat sangat manis. Apalagi jika dipandang karena hidung manjungnya dan bentuk tubuhnya yang molek. Terlihat ideal dengan tinggi badannya.

***
Istirahat berlangsung…

“Elo pindahan dari mana?” Tanya Vinez saat mereka baru saja selesai pelajaran Biologi.

“Gue dari SMA Tunas Bangsa”

“Ooh, gue ga tau tuh letaknya dimana” Sahut Vinez dengan mimik yang rada bingung alias engga tau tentang daerah sekolah lamanya Merisa.

“Hai. Merisa ya? Boleh kenalan kan?” Tiba-tiba seorang teman baru mulai mengajaknya berkenalan. “Nama gue Sisil” jawabnya ramah. Sisil ini bisa dibilang cewe yang trendi atau famous disekolah ini. Maklum, anak orang kaya, gayanya yang modis juga jadi salah satu sebab dia dikenal satu sekolah. Dia juga anggota OSIS, wajar kan kalo terkenal. Tapi dia ramah kok. Orangnya sedikit gendut dan giginya berbehel. Sedangkan rambutnya, tergerai panjang dan tebal dengan bando warna biru yang menghiasi kepalanya.

“Oh, gue Merisa” Merisa merespon perkenalan Sisil dengan ramah juga.

“Yaudah, pada ke kantin yuk! Laper nih” Ajak Sisil sambil mengelus perutnya.
Mereka saling senyum dan akhirnya menuruti ajakan Sisil pergi kekantin

Aris melihat Merisa pergi bersama teman-teman barunya itu. Dia masih duduk sendirian dikursinya sambil membaca novel. Itu lah hobinya, ga perlu ditanya. Ga bisa ditebak apa yang ada dipikiran Aris saat melihat Merisa pergi. Yang jelas, dia tidak akan peduli tentang apapun yang dilakukan Merisa kala itu.

***
Krriiinggg!!! Bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak mulai berhamburan keluar kelas dan melanjutkan perjalanannya masing-masing. Ada yang ingin segera pulang ke rumah lalu istirahat tidur siang atau nonton tivi sambil tiduran. Atau ingin segera kencan dengan pacarnya, yang mungkin langsung makan bareng, nonton, nemenin ceweknya shopping atau kesalon. Lebih terkesan seperti bukan pacar yah. Ada juga yang masih tetap berada disekolah untuk melanjutkan extrakurikuler pilihannya.

Sambil berjalan keluar kelas.

“Eh, lo mau ikut exschool apa?” Tanya Vinez kepada Merisa

“Mmm, apa ya? Elo sendiri ikut apa?”

“Kalo gue si, ngelanjutin exschool kelas X aja, OSN Matematika”

“Wah, hebat. Seru tuh kayaknya. Ikutan dong!”

“Boleh, besok pulang sekolah langsung daftar aja ya”

“Oke oke, thanks ya”

“Yaudah, gue balik duluan ya, bye” Vinez melambaikan tangan

“Bye” Merisa juga melambaikan tangan

***


Sesampai dirumah..

“Eh, Non Meris udah pulang. Itu non, di meja makan sudah Bibi siapkan makan siang kesukaan Non Meris, telur balado.”

Nah kan, wah banget deh rasanya kalo baru buka pintu aja langsung ada yang nyambut sambil nawari makanan. Beruntung banget hidup Merisa sekarang.

“Wah, asiik. Yaudah, saya ganti baju dulu ya Bi. Makasih masakannya”

Disisi lain, ada orang lain yang tidak menyukai kejadian tadi. Langsung deh, Aris nusul Merisa kekamarnya dan langsung mencegatnya waktu ia keluar kamar. Ternyata Aris sudah pulang sekolah dari tadi dan tidak sengaja melihat sebuah perhatian yang dilakukan pembantunya kepada Merisa. Aris memang anak rumahan yang lebih sering jalanin harinya dikamar. Jarang banget keluar, apalagi buat nongkrong atau hangout bareng temen-temennya. Dia memang tidak seaktif kakaknya, Adrian. Dia lebih betah sendirian sambil baca buku apapun yang menjadi pilihannya. Tapi wajar kok, Aris memang pinter. Ia bahkan sering mendapat juara 1 di kelasnya.

“Heh. Hebat banget lo ya. Bisa bikin semua orang di rumah ini baik sama lo. Perhatian sama lo. Pake pelet apaan si? Gue mau dong biar semua orang di rumah ini balik perhatiin gue.” Kata Aris didepan pintu kamar Merisa. Kata-kata Aris memang terdengar sangat sangat sangat sinis.

“Apaan si! Minggir!” Merisa mencoba tidak memedulikan perkataan Aris barusan.
Melihat tingkah Merisa yang seolah menganggap Aris adalah seseorang yang tidak penting, dia lalu menarik tangan Merisa “Eh, lo denger ya! Lo denger baik-baik! Sampai kapanpun gue ga akan pernah nerima kehadiran lo disini. Sampai kapanpun, dan ga akan pernah!”

Kata-katanya memang terdengar tidak kasar, bahkan Aris mengatakan hal itu dengan nada yang cool. Tapi tetap saja, Merisa tidak suka dengan perkataannya.
Aris lalu melangkahkan kaki meninggalkan Merisa. Tapi karena merasa kesal, Merisa pun berani menjawab. “ Gue ga peduli ya, elo mau nerima gue atau enggak dirumah ini. Yang jelas, bokap lo ga pernah keberatan buat nerima gue tinggal disini.” Merisa pun mendahului langkahnya melewati Aris. Sementara Aris masih diam mematung dengan mimik yang sangat tidak menyukai jawaban Merisa itu.

“Aggrrrhh… Kenapa sih bokap bisa nyuruh dia tinggal disini? Pake acara ngadopsi dia segala lagi! Emangnya ga cukup punya anak dua? Anak bungsunya aja ga pernah dia perhatiin.” Keluh Aris dengan nada yang amat sangat kesal.

Kata-kata kebencian yang barusan Aris lontarkan kepada Merisa lalu tak semakin membuat Merisa berbalik benci kepadanya. Ia sadar, mungkin selama ini kekayaan tak cukup membuat hidupnya bahagia, namun kasih sayang orang tuanya lah yang hanya bisa membuat ia bahagia. Merisa lebih merasa bersyukur, karena selama ini, meskipun ia tak pernah merasakan kasih sayang dari papahnya, dia selalu merasakan kasih sayang dari mamahnya. Meskipun mereka hidup sederhana, namun itu cukup untuk membuat Merisa merasa bahagia, merasakan kasih sayang dari orang tua satu-satunya.

Disudut lain, Adrian mendengar semua perkataan mereka. Mulai dari Aris yang mencegat Merisa dan melontarkan pernyataan bahwa dia tidak menerima kehadiran Merisa dirumah ini, sampai kekesalan Aris yang ia keluhkan saat Merisa pergi meninggalkannya.

“Mer, maafin Aris ya, dia emang gitu orangnya. Ketus banget. Jangan dimasukin hati ya!” Kata Adrian saat mendapati Merisa sedang duduk sendirian dipinggir kolam renang.

“Iya, ga pa pa” jawab Merisa

Meskipun terdengar belum bisa menerima, tapi Adrian tahu, bahwa Merisa telah benar-benar tulus memaafkan adiknya. Dia yakin bahwa gadis dihadapannya ini cukup bisa bersikap dewasa menghadapi sikap adiknya.

“Boleh duduk sini?” Tanya Adrian.

“Ya boleh lah. Siapa yang ngelarang?” Jawab Merisa sambil tertawa.


Jujur, Adrian merasa sangat canggung ketika duduk bersebelahan dengan Merisa. Maklum lah, dia belum lama mengenal Merisa. Tapi dengan tinggal satu rumah seperti ini, perlahan dia tahu bagaimana sifat Merisa sebenarnya. Meskipun dia belum terlalu paham.

No comments: