1
Sometimes love can kill your feeling
Kriiiinnggg!!
Alarm pertama Merisa berbunyi tepat dimeja sebelah kasurnya yang nyaman. Kasur
satu-satunya yang bener-bener bisa bikin Merisa tidur nyenyak sampe suara
bising alarmpun susah buat bikin dia bangun dari mimpinya. Sebelumnya
kasur-kasur yang pernah ia tempati memang tidak pernah semewah ini. Dengan mata
yang masih tertutup, ia mencoba mencari-cari alarm tersebut lalu
mematikannya. Ia kembali menarik
selimutnya dan akhirnya tertidur lagi. Pagi itu menunjukkan pukul 06.00 dan
Merisa masih belum bangun.
Kriiiingggg!!! Alarm kedua
berbunyi lagi. Merisa segera meraihnya dan terbelalak saat melihat alarmnya
menunjukkan pukul 06.45.
“Mampus! Gue terlambaatt!!”
Teriaknya langsung bergegas ke kamar mandi lalu bersiap-siap ke sekolah.
Hari ini adalah hari pertama ia
masuk sekolah di sekolah barunya. Ia terpaksa pindah rumah saat mamahnya
meninggal karena serangan jantung. Lalu ia tinggal bersama seorang ‘om-om’ yang
saat ini bertanggung jawab atas hidupnya. Ya, benar. Lelaki ini telah
mengadopsi Merisa setelah mendapati mamahnya meninggal dan ia sudah tidak
memiliki siapa-siapa lagi sekarang. Mungkin hanya satu orang sahabat yang ia
miliki. Sahabat kecilnya, sahabat yang selama ini selalu ada untuknya, menemani
hari-harinya, dan selalu menjadi penopang hidupnya saat ia benar-benar
membutuhkan orang lain selain mamahnya. Tapi sekarang? Ia bahkan tidak tahu,
masih dapat bertemu dengan sahabatnya lagi atau tidak.
Hari pertama disekolah Merisa
merasa sangat canggung. Maklum, ini juga pertama kalinya ia harus mulai
beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar asing dengannya. Semuanya
terlihat senang, bahagia, ceria, modis dan berlagak layaknya orang kaya
kebanyakan. Ia memang sangat berbeda dengan mereka. Bukan berarti Merisa tidak
semodis atau segaul mereka, tapi rasanya, Merisa terlihat aneh dengan dirinya
sekarang yang benar-benar berbeda. Ia merasa, bahwa ia bukanlah dirinya.
Tapi itulah yang membuat Merisa semangat menjalani harinya mulai detik ini. Mau tak mau seseorang memang harus melupakan masa lalunya yang kelam kan? Untuk apa di ingat jika itu menyakitkan? Cukup hanya ‘pernah’ dirasa, lalu berusaha memperbaiki semua itu di masa depan. Cukup itu saja peran masa lalu. Hanya sebagai pelajaran dan pengalaman.
Tapi itulah yang membuat Merisa semangat menjalani harinya mulai detik ini. Mau tak mau seseorang memang harus melupakan masa lalunya yang kelam kan? Untuk apa di ingat jika itu menyakitkan? Cukup hanya ‘pernah’ dirasa, lalu berusaha memperbaiki semua itu di masa depan. Cukup itu saja peran masa lalu. Hanya sebagai pelajaran dan pengalaman.
Memang, Merisa cukup mendapat
kasih sayang dan fasilitas yang sangat memadai dari ‘om-om’ yang telah
mengadopsinya itu. Dirumah dia tidak diperlakukan seperti Cinderella yang harus
mengerjakan seluruh pekerjaan rumah dan wajib melayani setiap majikan. Tentu
saja, di rumah Om Haris ini sudah mempekerjakan banyak pembantu untuk
mengerjakan banyak pekerjaan dirumahnya. Contohnya saja ada tukang kebun yang
khusus merawat kebun rumah atau taman belakang rumah sekaligus membersihkan
setiap sudut taman dan tanaman (lengkap banget ya?). Lalu ada juru masak yang
selalu siap bertugas memasak makanan untuk seluruh anggota keluarga Om Haris.
Ada juga satpam yang bertugas menjaga rumah selama 24 jam dan masih ada
pembantu lainnya yang Om Haris pekerjakan dirumah. Maklum, istananya Om Haris
ini memang (sangat) tidak memungkinkan untuk dijaga dan dirawat oleh satu orang
saja. Lagipula, Om Haris ini adalah orang yang super sibuk dengan pekerjaan
kantornya. Bahkan dia sering bolak-balik keluar negeri berbulan-bulan karena
tuntutan pekerjaannya. Sedangkan istrinya, ia selalu mendampingi Om Haris
ketika bekerja. Istrinya tersebut juga adalah wanita karir yang berpenampilan
anggun dan memiliki satu kesamaan etos kerja dengan suaminya. Jadi tak heran,
bahwa kedua anak dari Om Haris – yang saat ini tinggal satu rumah dengan Merisa
– selalu bersikap manja dan urakan saat orang tuanya tidak ada dirumah menjaga
mereka.
Merisa berjalan ke arah kelasnya
di lantai 2. Suatu hal yang patut dikeluhkan karena Merisa paling tidak suka
dengan lantai 2. Bukan karena ia takut ketinggian, tapi ia merasa sangat lelah
dan buang-buang waktu jika harus melakukan kegiatan di lantai 2. Ia berpikir
bahwa ia harus membuang waktu dan tenaga jika harus bolak-balik naik turun
tangga. Apalagi kamar di rumah barunya juga berada di lantai 2, yang
menyebabkan ia akan jarang keluar kamar untuk menonton tivi, duduk-duduk di
taman belakang, berenang, atau menyempatkan diri ke dapur mengambil makanan.
Ketika berada didepan sebuah
kelas, Merisa memandang papan nama tempat yang tergantung diatas pintu kelas. XI
Science 1. Itu dia kelasnya! Rupanya penjaga sekolah sini memang menggantungkan
sebuah papan nama untuk seluruh tempat yang berada disekolah ini. Tidak seperti
sekolah Merisa yang dulu. Baiklah, Merisa harus memulai hari ini. Ia lalu masuk
kelas. Sebelum ia menginjakan kaki memasuki kelas, tiba-tiba terasa ada yang
menarik lengan Merisa.
“Heh. Elo jangan sampe bilang ke anak-anak kalo lo kenal sama gue sebelumnya. Apalagi kalo lo sampe bilang ke anak-anak kita tinggal satu rumah! Awas lo” ancam Aris kepada Merisa.
Aris adalah anak kedua Om Haris
yang saat ini berada di satu ruang edukasi dengannya. Tahu sendiri lah, mereka
bahkan tidak hanya satu ruang edukasi sekarang, tapi mereka juga tinggal satu
atap rumah saat ini–lebih parahnya lagi mungkin seterusnya. Itulah hal yang benar-benar
membuat Aris benci kepada Merisa. Aris memang sangat tidak menyukai Merisa
sejak papahnya membawa ia ke rumah. Apalagi setelah dia tahu bahwa
papahnya akan mengadopsi Merisa dan akan tinggal satu atap dengan cewek
berambut panjang ikal tersebut.
Selama ini Merisa selalu berusaha
untuk menjuluki Om Haris dengan sebutan papah, sesuai keinginannya. Tapi Merisa
merasa tidak pantas untuk melakukannya. Maka dari itu, ia memohon agar tetap diijinkan
memanggilnya Om Haris. Lagipula, ada sesosok makhluk di rumah itu yang juga
tidak setuju dengan kehadiran Merisa, apalagi jika ia memanggil papahnya dengan
sebutan papah juga. Ya siapa lagi kalau bukan Aris, si Cowo Ketus itu.
Om Haris memiliki 2 orang laki-laki.
Yang pertama bernama Adrian, yang sekarang duduk di kelas XII Science 1 di
sekolah yang sama juga. Adrian tidak bersikap dingin kepada Merisa seperti yang
Aris lakukan kepadanya. Justru sebaliknya, Andrian sangat bersikap hangat
menyambut Merisa seolah telah hadir seorang ‘Little Angel’ yang patut untuk ia
sayangi.
Perlu diketahui, sebenarnya, Adrian bukanlah
anak kandung Om Haris. Dia adalah anak kandung dari istrinya sekarang. Wajar
saja, kalau Adrian dan Aris kurang hangat kalau ada dirumah hanya berdua.
Sebenarnya Adrian sangat menyayangi Aris, karena bagaimanapun ia juga lahir dari
rahim yang sama seperti dirinya. Akan tetapi, kenyataan bahwa dia telah
memiliki papah baru sejak usia 3 tahun dan memiliki adik baru yang lebih
diperhatikan oleh mamahnya, ia juga merasa sedikit iri dengan adiknya. Tapi tetap
saja, Adrian adalah type cowok yang cuek dan kurang mementingkan hal-hal yang
menurutnya kurang penting. Makadari itu, saat kehadiran Merisa di rumahnya, ia
merasa fine-fine saja, bahkan merasa seperti memiliki teman baru.
“Hai. Elo siapa? Anak baru ya?”
“Iya. Nama gue Merisa. Elo?” Merisa
menjabat tangan seorang gadis manis yang tiba-tiba menanyakan dirinya.
“Oh, gue Vinez.” Jawab Vinez
tersenyum.
“Seneng deh langsung punya temen
baru kaya lo”
“Halah, biasa aja. Duduk sebelah gue
yuk! Bangkunya disebelah sana! Kosong kok” sambil menunjuk kearah bangku
pertama dari depan, ketiga dari kanan.
Akhirnya, baru sehari saja Merisa
telah mendapat teman baru untuknya. Vinez adalah seorang wanita yang cantik dan
manis dengan rambut hitamnya yang panjang terurai. Kulitnya memang tidak
terlalu putih, tapi saat ia tersenyum,
sungguh ia terlihat sangat manis. Apalagi jika dipandang karena hidung
manjungnya dan bentuk tubuhnya yang molek. Terlihat ideal dengan tinggi
badannya.
***
Istirahat berlangsung…
“Elo pindahan dari mana?” Tanya
Vinez saat mereka baru saja selesai pelajaran Biologi.
“Gue dari SMA Tunas Bangsa”
“Ooh, gue ga tau tuh letaknya
dimana” Sahut Vinez dengan mimik yang rada bingung alias engga tau tentang
daerah sekolah lamanya Merisa.
“Hai. Merisa ya? Boleh kenalan
kan?” Tiba-tiba seorang teman baru mulai mengajaknya berkenalan. “Nama gue
Sisil” jawabnya ramah. Sisil ini bisa dibilang cewe yang trendi atau famous
disekolah ini. Maklum, anak orang kaya, gayanya yang modis juga jadi salah satu
sebab dia dikenal satu
sekolah. Dia juga anggota OSIS, wajar kan kalo terkenal. Tapi dia ramah kok.
Orangnya sedikit gendut dan giginya berbehel. Sedangkan rambutnya, tergerai
panjang dan tebal dengan bando warna biru yang menghiasi kepalanya.
“Oh, gue Merisa” Merisa merespon
perkenalan Sisil dengan ramah juga.
“Yaudah, pada ke kantin yuk!
Laper nih” Ajak Sisil sambil mengelus perutnya.
Mereka saling senyum dan akhirnya
menuruti ajakan Sisil pergi kekantin
Aris melihat Merisa pergi bersama
teman-teman barunya itu. Dia masih duduk sendirian dikursinya sambil membaca
novel. Itu lah hobinya, ga perlu ditanya. Ga bisa ditebak apa yang ada
dipikiran Aris saat melihat Merisa pergi. Yang jelas, dia tidak akan peduli
tentang apapun yang dilakukan Merisa kala itu.
***
Krriiinggg!!! Bel pulang sekolah
berbunyi. Anak-anak mulai berhamburan keluar kelas dan melanjutkan
perjalanannya masing-masing. Ada yang ingin segera pulang ke rumah lalu istirahat tidur siang
atau nonton tivi sambil tiduran. Atau ingin segera kencan dengan pacarnya, yang
mungkin langsung makan bareng, nonton, nemenin ceweknya shopping atau kesalon.
Lebih terkesan seperti bukan pacar yah. Ada juga yang masih tetap berada
disekolah untuk melanjutkan extrakurikuler pilihannya.
Sambil berjalan keluar kelas.
“Eh, lo mau ikut exschool apa?”
Tanya Vinez kepada Merisa
“Mmm, apa ya? Elo sendiri ikut
apa?”
“Kalo gue si, ngelanjutin
exschool kelas X aja, OSN Matematika”
“Wah, hebat. Seru tuh kayaknya.
Ikutan dong!”
“Boleh, besok pulang sekolah
langsung daftar aja ya”
“Oke oke, thanks ya”
“Yaudah, gue balik duluan ya,
bye” Vinez melambaikan tangan
“Bye” Merisa juga melambaikan
tangan
***
Sesampai dirumah..
“Eh, Non Meris udah pulang. Itu
non, di meja makan sudah Bibi siapkan makan siang kesukaan Non Meris, telur
balado.”
Nah kan, wah banget deh rasanya
kalo baru buka pintu aja langsung ada yang nyambut sambil nawari makanan.
Beruntung banget hidup Merisa sekarang.
“Wah, asiik. Yaudah, saya ganti
baju dulu ya Bi. Makasih masakannya”
Disisi lain, ada orang lain yang
tidak menyukai kejadian tadi. Langsung deh, Aris nusul Merisa kekamarnya dan
langsung mencegatnya waktu ia keluar kamar. Ternyata Aris sudah pulang sekolah
dari tadi dan tidak sengaja melihat sebuah perhatian yang dilakukan pembantunya
kepada Merisa. Aris memang anak rumahan yang lebih sering jalanin harinya
dikamar. Jarang banget keluar, apalagi buat nongkrong atau hangout bareng
temen-temennya. Dia memang tidak seaktif kakaknya, Adrian. Dia lebih betah
sendirian sambil baca buku apapun yang menjadi pilihannya. Tapi wajar kok, Aris
memang pinter. Ia bahkan sering mendapat juara 1 di kelasnya.
“Heh. Hebat banget lo ya. Bisa
bikin semua orang di rumah ini baik sama lo. Perhatian sama lo. Pake pelet
apaan si? Gue mau dong biar semua orang di rumah ini balik perhatiin gue.” Kata
Aris didepan pintu kamar Merisa. Kata-kata Aris memang terdengar sangat sangat
sangat sinis.
“Apaan si! Minggir!” Merisa
mencoba tidak memedulikan perkataan Aris barusan.
Melihat tingkah Merisa yang
seolah menganggap Aris adalah seseorang yang tidak penting, dia lalu menarik
tangan Merisa “Eh, lo denger ya! Lo denger baik-baik! Sampai kapanpun gue ga
akan pernah nerima kehadiran lo disini. Sampai kapanpun, dan ga akan pernah!”
Kata-katanya memang terdengar tidak kasar, bahkan Aris mengatakan hal itu
dengan nada yang cool. Tapi tetap
saja, Merisa tidak suka dengan perkataannya.
Aris lalu melangkahkan kaki
meninggalkan Merisa. Tapi karena merasa kesal, Merisa pun berani menjawab. “
Gue ga peduli ya, elo mau nerima gue atau enggak dirumah ini. Yang jelas, bokap
lo ga pernah keberatan buat nerima gue tinggal disini.” Merisa pun mendahului
langkahnya melewati Aris. Sementara Aris masih diam mematung dengan mimik yang
sangat tidak menyukai jawaban Merisa itu.
“Aggrrrhh… Kenapa sih bokap bisa
nyuruh dia tinggal disini? Pake acara ngadopsi dia segala lagi! Emangnya ga
cukup punya anak dua? Anak bungsunya aja ga pernah dia perhatiin.” Keluh Aris
dengan nada yang amat sangat kesal.
Kata-kata kebencian yang barusan
Aris lontarkan kepada Merisa lalu tak semakin membuat Merisa berbalik benci
kepadanya. Ia sadar, mungkin selama ini kekayaan tak cukup membuat hidupnya
bahagia, namun kasih sayang orang tuanya lah yang hanya bisa membuat ia
bahagia. Merisa lebih merasa bersyukur, karena selama ini, meskipun ia tak
pernah merasakan kasih sayang dari papahnya, dia selalu merasakan kasih sayang
dari mamahnya. Meskipun mereka hidup sederhana, namun itu cukup untuk membuat
Merisa merasa bahagia, merasakan kasih sayang dari orang tua satu-satunya.
Disudut lain, Adrian mendengar
semua perkataan mereka. Mulai dari Aris yang mencegat Merisa dan melontarkan
pernyataan bahwa dia tidak menerima kehadiran Merisa dirumah ini, sampai
kekesalan Aris yang ia keluhkan saat Merisa pergi meninggalkannya.
“Mer, maafin Aris ya, dia emang
gitu orangnya. Ketus banget. Jangan dimasukin hati ya!” Kata Adrian saat
mendapati Merisa sedang duduk sendirian dipinggir kolam renang.
“Iya, ga pa pa” jawab Merisa
Meskipun terdengar belum bisa menerima, tapi Adrian tahu, bahwa Merisa telah
benar-benar tulus memaafkan adiknya. Dia yakin bahwa gadis dihadapannya ini
cukup bisa bersikap dewasa menghadapi sikap adiknya.
“Boleh duduk sini?” Tanya Adrian.
“Ya boleh lah. Siapa yang
ngelarang?” Jawab Merisa sambil tertawa.
Jujur, Adrian merasa sangat
canggung ketika duduk bersebelahan dengan Merisa. Maklum lah, dia belum lama
mengenal Merisa. Tapi dengan tinggal satu rumah seperti ini, perlahan dia tahu
bagaimana sifat Merisa sebenarnya. Meskipun dia belum terlalu paham.
No comments:
Post a Comment