Masa
remaja adalah masa dimana seseorang mulai mencari jati diri. Masa dimana para
remaja lebih banyak menghabiskan waktunya diluar rumah, yaitu disekolah
tentunya. Masa yang kebanyakan remaja dibilang penuh kebahagiaan, penuh canda
tawa, keceriaan, dan semua hal yang menurut mereka itu menyenangkan. Dan pada
masa inilah seseorang mulai mencoba hal-hal baru yang belum pernah dilakukan
pada masa anak-anak. Baik hal yang termasuk buruk, maupun baik. Salah satunya
yaitu “pacaran”. Sebenarnya apa si yang namanya pacaran? Sebuah status? Sebuah
ikatan? Atau apa?
Aku rasa sekarang ini pacaran menjadi topik perbincangan paling up to date di kalangan remaja, juga menjadi sebuah tradisi dan kebutuhan untuk mereka. Bahkan, hampir semua orang memiliki pengalaman berpacaran, tidak dengan satu orang saja juga pasti ada, atau mungkin lebih banyak.
Sebelumnya aku pernah berpikir bahwa
pacaran itu merugikan, contohnya akan kurang profesional pada pekerjaannya,
lebih sering merasa galau jika sang pacar tidak bisa membahagiakannya atau
malah melukai hatinya, bagi para pelajar yang bernasib seperti itu bisa saja bermula
dari sakit psikis, lalu berpengaruh pada kesehatan fisik, seperti ga nafsu
makan lah, susah tidur lah, dan dapat juga menurunkan konsentrasi belajar atau
malah menurunkan prestasinya disekolah. Tapi itu sebelum aku berpacaran,
setelah aku merasakan hal yang namanya pacaran, beda lagi ceritanya.
Dunia terasa sangat indah, merasa
menjadi orang gila yang paling bahagia, tidak kesepian, dan positifnya, dapat
meningkatkan semangat belajar atau menjadikan sang pasangan motivasinya dalam
meraih kesuksesan, karena aku berpikir, aku harus bisa membahagiakan kedua
orang tuaku, dan membuat semua orang yang kusayangi bangga terhadapku. Malu
juga kan sama sang pacar, kalau sampai nilai kita jeblok gara gara pacaran sama
mereka? Atau setidaknya kita harus bisa lah menjadi seseorang yang terbaik
untuk semua orang yang kita sayangi.
Tapi
kalau putus? Lebih ironis lagi ceritanya! Aku kembali lagi mengalami hal yang
menurutku merupakan dampak merugikan dari ‘berpacaran’. Dengan alasan yang
(menurutku) basi, Seseorang (yang
dikatakan pacarku) memutuskan hubungan ‘pacaran’ kita dengan alasan “ingin
konsentrasi belajar, ingin fokus belajar buat UN”. Nah, basi banget kan alasannya? Benar benar merupakan ‘alasan’. Kalau
memang cinta, sayang, atau setia, dengan alasan apapun, dia akan berusaha
membahagiakan pasangannya itu kan? Bukan malah menjauhinya, memutuskan hubungan
dengan tidak jelas, atau bahkan melukai perasaannya hingga benar benar sakit. Sayangnya, pikiranku itu tidak dipikirkan juga
oleh ‘pasangan masa lalu’ku :(
Jika seseorang mencintai orang lain, toh dia akan rela berkorban demi seseorang yang dicintainya itu bukan? Meskipun kadang pengorbanannya adalah pengorbanan yang bisa merugikan dirinya sendiri. Atau saking cintanya mungkin seseorang akan melakukan cara apapun untuk bisa ‘memiliki’nya. Cara yang bisa membahagiakannya, bukan membahagiakan pasangannya. Yah, itulah cinta yang tidak benar benar cinta.
Cinta harusnya cukup apa adanya, jangan ‘agak’ apalagi berlebihan. Kadang seseorang bisa jadi jahat atau egois karena Cinta. Aku juga berani bertaruh, sebagian manusia didunia lebih sering kena masalah atau sakit hati karena cinta, bukan karena alasan lainnya.
***
Jika seseorang mencintai orang lain, toh dia akan rela berkorban demi seseorang yang dicintainya itu bukan? Meskipun kadang pengorbanannya adalah pengorbanan yang bisa merugikan dirinya sendiri. Atau saking cintanya mungkin seseorang akan melakukan cara apapun untuk bisa ‘memiliki’nya. Cara yang bisa membahagiakannya, bukan membahagiakan pasangannya. Yah, itulah cinta yang tidak benar benar cinta.
Cinta harusnya cukup apa adanya, jangan ‘agak’ apalagi berlebihan. Kadang seseorang bisa jadi jahat atau egois karena Cinta. Aku juga berani bertaruh, sebagian manusia didunia lebih sering kena masalah atau sakit hati karena cinta, bukan karena alasan lainnya.
Lebih baik dikatakan bodoh kan, membiarkan
seseorang yang kita cintai bahagia bersama orang lain? Daripada dikatakan egois
karena memaksakan perasaan orang lain untuk memiliki perasaan yang sama pada kita.
Bukan berarti menyerah! Tapi itu merupakan suatu pengorbanan atas ketulusan rasa.
Kita juga bukan munafik! Kita tidak membohongi perasaan kita sendiri dengan kata “bahagia melihat yang kita cintai bahagia bersama orang lain” Tapi kita lebih pada perasaan yang berusaha untuk merelakan, mengikhlaskan, dan lapang dada menerima kenyataan yang pahit untuk dirasa.Karena Allah Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Pemberi dan Maha Tahu Segalanya. Dia akan memberi apa yang paling kita butuhkan, bukan yang apa kita inginkan. Jika Allah tahu kita belum membutuhkan hal itu, maka Allah akan menundanya dan akan memberikannya saat kita benar benar membutuhkan. Jika kita diberi apa yang kita inginkan, simple saja! Sudah jelas itu merupakan bonus yang Allah beri untuk kita. Dan dengan segala kebaikan yang Allah beri, apa kita masih tak patut bersyukur? Apa kita masih pantas merasa angkuh dengan semua yang ‘diberi’ tanpa ‘diminta’ ?
Bukan berarti menyerah! Tapi itu merupakan suatu pengorbanan atas ketulusan rasa.
Kita juga bukan munafik! Kita tidak membohongi perasaan kita sendiri dengan kata “bahagia melihat yang kita cintai bahagia bersama orang lain” Tapi kita lebih pada perasaan yang berusaha untuk merelakan, mengikhlaskan, dan lapang dada menerima kenyataan yang pahit untuk dirasa.Karena Allah Maha Adil, Maha Pengasih, Maha Pemberi dan Maha Tahu Segalanya. Dia akan memberi apa yang paling kita butuhkan, bukan yang apa kita inginkan. Jika Allah tahu kita belum membutuhkan hal itu, maka Allah akan menundanya dan akan memberikannya saat kita benar benar membutuhkan. Jika kita diberi apa yang kita inginkan, simple saja! Sudah jelas itu merupakan bonus yang Allah beri untuk kita. Dan dengan segala kebaikan yang Allah beri, apa kita masih tak patut bersyukur? Apa kita masih pantas merasa angkuh dengan semua yang ‘diberi’ tanpa ‘diminta’ ?
“Cinta tidak harus memiliki” itu pernyataan
yang benar kok
Karena
yang namanya cinta tidak pernah ada yang bisa kita miliki seutuhnya kan? Cinta
hanya milik Allah, dan kita hanya diberi sebagian dari cinta-Nya untuk
mencintai orang lain didunia. Kepada orang tua kita, sahabat, dan semua makhluk
yang Allah ciptakan didunia untuk kita.
***
Sedangkan
dalam agama Islam pacaran itu sangat tidak diperbolehkan atau dilarang keras
karena termasuk perbuatan zina yang menimbulkan dosa besar. Ada sebuah ayat
dalam Al-Qur’an yang menguatkan pernyataan tersebut“Janganlah
kamu sekalian mendekati perzinahan, karena zina itu adalah perbuatan yang
keji…” (QS. Al-Isra : 32)
Selain
itu ada ancaman bagi orang yang pacaran atau berbuat zina seperti sabda Nabi
Muhammad SAW berikut : “lebih baik memegang besi yang panas
daripada memegang atau meraba perempuan yang bukan istrinya (kalau ia tahu akan
berat siksaannya) “. Pada dasarnya semua agama itu melarang seseorang
untuk pacaran karena hal itu akan berujung pada perzinahan. Tetapi kenyataannya
hanya sebagian kecil dari para remaja yang mempertimbangkan dan mau menjauhi
larangan-larangan tersebut.
Sering
dijumpai, di tempat-tempat rekreasi, di warnet, di jalan, di rumah, bahkan di
sekolah yang harusnya di jadikan tempat menuntut ilmu dijadikan sebagai tempat
berpacaran. Jika sudah bersama sang pacar serasa dunia milik berdua. Teguran
guru, teman, orang tua sudah tidak diperdulikan dan hanya di ibaratkan seperti
sebuah iklan. Dimana rasa malu mereka? Patutkah hal demikian
dianggap biasa? Hanya kesadaran masing-masing individulah yang akan menjawab
pertanyaan tersebut.
***
Seberapa
pentingkah pacaran? Jika pertanyaan itu dilontarkan kepada para remaja pasti
akan menimbulkan beragam jawaban. Lalu bagaimana jawaban yang tepat untuk
pertanyaan itu? Sebenarnya pacaran bukanlah hal yang sangat penting
yang harus dijadikan sebagai kebutuhan pokok seorang remaja, melainkan hanya
sebuah realisasi dari perasaan saling menyukai antar lawan jenis,
tetapi hal itu sebenarnya kurang tepat dilakukan oleh para remaja khususnya
pelajar karena akan menimbulkan lebih banyak sisi negatif dibandingkan sisi
positifnya.
Dengan
demikian kita akan terus mengulangi suatu hal yang nyaman untuk mereka jalani,
jika pacaran menurut kalian merupakan hal yang nyaman dan ‘patut’ untuk
dijalani, ya jalanilah sesuai cara kalian masing masing! Yang terpenting kalian
harus meminimalisir kerugiannya menjadi dampak positif yang membawa pengaruh
besar bagi hidup kalian.
Karena tak ada yang jauh lebih menyakitkan jika kita menyakiti seseorang yang kita cintai, yang kita sayangi ; orang tua, keluarga, saudara, para sahabat, dan semua orang yang selalu ada untuk kita
Karena tak ada yang jauh lebih menyakitkan jika kita menyakiti seseorang yang kita cintai, yang kita sayangi ; orang tua, keluarga, saudara, para sahabat, dan semua orang yang selalu ada untuk kita
Faktor-faktor
yang menyebabkan seorang remaja tertarik untuk berpacaran yaitu :
Pergaulan,
rasa nyaman yang mereka rasakan saat bersama pacar, ikut trend remaja
masa kini, dan faktor yang terbesar terletak pada orang tua. kurangnya
perhatian orang tua menjadi peluang besar remaja untuk bebas berpacaran. Tetapi
memang kebanyakan sekarang, orang tua membiarkan atau menganggap hal biasa
apabila anak remajanya berpacaran bahkan sebagian mendukungnya. Dengan begitu
seorang anak akan merasa bebas dalam melakukan apa yang mereka inginkan.
Hal-hal demikianlah yang memunculkan dampak negatif dari pacaran.
Dan yang paling fatal yaitu sampai hamil di luar nikah. Jika hal itu
sudah terjadi maka akan menjatuhkan harga diri, dikeluarkan dari sekolah,
mencoreng nama baik keluarga, menyesal sia-sia dan pastinya mendapat dosa
besar.
Jika
sudah seperti itu mengapa harus pacaran ? Apakah pacaran
memang benar-benar membuat seseorang menjadi lebih baik? Pertanyaan
itu haruslah benar-benar dicermati bagi para remaja, karena jika sampai salah
langkah, maka akan berakibat fatal.
Bukankah
kelebihan dan kebaikan yang kita peroleh berasal dari diri sendiri, jadi buat
apa harus pacaran. Memang pacaran boleh-boleh saja, karena tidak ada hukum yang
melarang seseorang untuk berpacaran. Namun, alangkah lebih baik jika
menjauhinya, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Remaja yang
baik adalah yang selalu mengisi hari-harinya untuk belajar dan berkarya bersama
teman dan para sahabat, daripada harus membagi pikirannya untuk memikirkan
tentang cinta yang lebih banyak membawa seorang remaja pada hal yang negatif.
Toh nanti ada waktunya sendiri untuk memikirkan tentang sebuah hubungan asmara
atau percintaan.
Sebagai seorang remaja hendaknya
memikirkan hal-hal berharga yang akan di persembahkan untuk Negara sebagai
generasi penerus pengubah bangsa, terutama untuk kaum
pelajar yang nantinya diharapkan dapat terus mengembangkan Negara ini di
tengah-tengah derasnya arus globalisasi.
No comments:
Post a Comment